Artikel Terbaru

Indonesia di Tengah Pusaran Mineral Kritis: Antara Transisi Energi Hijau dan Geopolitik Global

21 Agustus 2025

Dunia kini memasuki babak baru dalam perburuan mineral kritis. Ketersediaan bahan baku menjadi penentu utama keberhasilan transisi menuju energi bersih. Dari baterai kendaraan listrik hingga turbin angin, mineral kritis menjadi fondasi bagi teknologi masa depan. Namun, di balik prospek yang menjanjikan, tersimpan tantangan besar dalam hal ketersediaan, eksplorasi, hingga dinamika geopolitik global.

“Mineral kritis adalah mineral yang memiliki nilai ekonomi dan strategis tinggi, tetapi berisiko besar terhadap gangguan pasokan serta sangat sulit digantikan. Permintaannya meningkat pesat, sementara cadangannya terbatas atau terkonsentrasi di negara tertentu. Itulah sebabnya disebut critical, artinya krusial,” jelas Ernawan Jatmiko, Superintendent Eksplorasi & Geologist PT GKP.

Dari Neodymium hingga Nikel Indonesia

Menurut Ernawan, setiap negara memiliki daftar mineral kritis masing-masing. Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa, misalnya, memasukkan unsur tanah jarang atau Rare Earth Elements (REE) seperti Neodymium (Nd) dan Praseodymium (Pr), serta logam penting lainnya seperti Lithium (Li), Kobalt (Co), Nikel (Ni), Gallium (Ga), Tungsten (W), hingga Mangan (Mn).

“Di Indonesia, Badan Geologi Kementerian ESDM telah mengidentifikasi 47 komoditas mineral kritis dan strategis, termasuk lithium dan boron. Hal ini menunjukkan betapa kaya sekaligus strategisnya posisi Indonesia di mata dunia,” ujarnya.

Dekat dengan Kehidupan Sehari-Hari

Meski terdengar teknis, mineral kritis sejatinya sangat dekat dengan kehidupan masyarakat modern. Tanpa disadari, mineral inilah yang memungkinkan terjadinya transisi menuju energi hijau.

“Baterai kendaraan listrik membutuhkan lebih banyak tembaga dibandingkan kendaraan konvensional. Turbin angin juga memerlukan delapan kali lebih banyak mineral dibanding pembangkit listrik konvensional. Jika cadangan baru tidak segera ditemukan atau dikelola dengan bijak, sejumlah mineral diproyeksikan dapat habis dalam 10 hingga 70 tahun ke depan,” jelas Ernawan.

Situasi ini semakin kompleks karena dominasi China yang menguasai sekitar 70 persen industri pertambangan dan 87 persen kapasitas pengolahan mineral kritis dunia.

“Dominasi tersebut menimbulkan ketegangan geopolitik, terlebih ketika permintaan global terhadap mineral kritis diperkirakan melonjak hingga 600 persen,” tambahnya.

Masa Depan di Indonesia Timur

Indonesia menyimpan cadangan besar mineral kritis yang tersebar di berbagai wilayah. Sulawesi dan Maluku, misalnya, dikenal dengan endapan nikel laterit. Mamuju memiliki cadangan lithium dan boron. Bangka Belitung menyimpan timah strategis, sementara Papua terkenal dengan emas dan tembaganya. Namun, upaya menemukan dan mengelola mineral kritis bukanlah pekerjaan mudah.

“Tantangannya terletak pada kondisi geologi yang kompleks, lokasi eksplorasi yang sulit dijangkau, serta risiko lingkungan yang menyertainya, seperti deforestasi dan konflik lahan. Semua ini harus dikelola secara bijak dan berimbang,” jelas Ernawan.

Prospek 5–10 Tahun: Indonesia Jadi Pemain Kunci

Ke depan, Ernawan optimistis Indonesia akan memegang peran penting dalam rantai pasok mineral kritis global. Program hilirisasi nikel yang sudah berjalan dinilainya sebagai pintu masuk menuju industrialisasi yang lebih maju.

“Indonesia tidak hanya akan berperan sebagai pemasok bahan mentah, tetapi juga menjadi pemain strategis dalam industri mineral kritis dunia. Selain itu, kemitraan internasional, seperti Mineral Security Partnership dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa, membuka peluang besar bagi Indonesia untuk turut berkontribusi dalam pembentukan harga global,” ujarnya.

Fakta Unik yang Perlu Diketahui

Ernawan menekankan, ada sejumlah fakta menarik terkait mineral kritis yang jarang diketahui publik. Pertama, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Namun, sebagian besar berbentuk laterit yang sulit diolah, sehingga mendorong kebijakan hilirisasi. Kedua, isu mineral kritis tidak hanya menyangkut aspek ekonomi, tetapi juga erat terkait dengan geopolitik.

“Indonesia harus cerdas memainkan peran agar tidak terjebak dalam tarik-menarik kepentingan global antara Amerika Serikat dan China,” tegasnya.

Terakhir, diversifikasi mineral kritis juga menjadi kunci. Ernawan menilai, masa depan mineral kritis Indonesia tidak bisa hanya bertumpu pada hilirisasi nikel. Masih ada lithium, boron, timah, tembaga, dan emas yang juga akan menentukan posisi Indonesia di panggung global.

Departemen Mine Services: Pilar Infrastruktur di Balik Kelancaran Operasi PT GKP

22 Juli 2025

Di balik kokohnya fasilitas dan kelancaran aktivitas operasional tambang PT Gema Kreasi Perdana (GKP), ada satu departemen yang bergerak senyap memastikan itu semua terwujud, yakni Departemen Mine Services (MS). Dulu Departemen ini dikenal sebagai Mine Services Construction (MSC), kini departemen ini telah berkembang menjadi tim yang solid, memegang peran penting dalam memastikan seluruh infrastruktur tambang berjalan sesuai kebutuhan.

“Kami adalah tim yang membangun dan merawat semua bangunan pendukung operasional tambang. Mulai dari mess, gudang, hingga sistem distribusi air—semuanya kami tangani, baik melalui pengerjaan swakelola maupun pelibatan vendor eksternal,” ujar Sunaryadi, Civil Engineering Supervisor PT GKP.

Pada dasarnya, Departemen MS terbagi menjadi dua divisi utama: sipil dan elektrikal. Kedua divisi ini bekerja sama mendukung seluruh unit kerja dan Departemen di area tambang. Dalam kesehariannya, tugas mereka tidak hanya sebatas membangun, tetapi juga melakukan pemeliharaan rutin, supervisi vendor, serta pengelolaan mobilitas material konstruksi dari gudang yang dibutuhkan oleh perusahaan.

“Tugas kami cukup kompleks, tapi prinsipnya jelas: mendukung kelancaran operasional tambang melalui infrastruktur yang andal,” jelas Andy Setyawan, sesama Civil Engineering Supervisor PT GKP.

Dengan struktur organisasi yang ramping, Departemen MS tetap mampu menangani berbagai proyek krusial dengan efektif. Rahasianya terletak pada koordinasi lintas departemen yang solid.

“Kami rutin berkoordinasi dengan tim Engineering, Produksi, Safety, dan Environment. Mulai dari pertukaran informasi teknis, alokasi tenaga kerja, hingga pembentukan tim gabungan, semua kami bangun dengan komunikasi yang terbuka,” tambah Sunaryadi.

Bekerja di pulau seperti Wawonii tentu tidak lepas dari tantangan. Keterbatasan akses pada bahan bangunan, sulitnya mencari tenaga kerja terampil lokal, hingga curah hujan tinggi menjadi tantangan harian yang harus dihadapi.

Namun, Sunaryadi dan Andy menemukan solusi melalui inovasi penyesuaian jadwal kerja dengan musim, serta menggandeng vendor dari luar pulau untuk memastikan kualitas dan kecepatan pengerjaan tetap terjaga.

Bagi mereka, salah satu proyek paling berkesan bagi Departemen MS adalah pembangunan jalur instalasi air sepanjang kurang lebih 2 kilometer dari mata air Elang ke Bak Penampungan Lagumba. Proyek ini bukan hanya menguras tenaga, tapi juga menjadi ajang kolaborasi lintas departemen yang luar biasa.

“Bayangkan, kami harus menarik pipa sejauh 2.000 meter melewati medan berbukit, berlumpur, dengan cuaca hujan yang sangat deras. Tapi, justru momen inilah, kami lihat kekuatan kerjasama semua pihak. Itu jadi pengalaman yang sangat berharga,” kenang Sunaryadi.

Melalui pengalaman ini, Departemen MS menilai bahwa keberhasilan tambang tidak hanya diukur dari hasil produksi, tetapi juga dari seberapa siap infrastruktur menopang semua kegiatan tersebut.

“Kami berharap PT GKP terus berkembang. Dengan begitu, tantangan kami juga akan ikut bertambah, dan kami bisa terus belajar serta meningkatkan kemampuan kami,” ujar Sunaryadi penuh semangat.

Andy pun menambahkan, “Kalau perusahaan ini tumbuh, otomatis dampaknya juga ke masyarakat sekitar. Itu yang jadi motivasi kami bekerja di sini setiap hari.”


Geliat Pengelolaan Air dalam 'Settling Pond'

18 Juli 2025

"Air adalah sumber kehidupan, dan pengelolaannya dalam tambang adalah cermin dari tanggung jawab kita terhadap alam dan masyarakat. Kita memiliki kewajiban untuk menjaga keberlanjutan air, tidak hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang." (Jane Goodall)

Kegiatan penambangan dapat menghasilkan air asam tambang (AAT) akibat adanya hujan limpasan diatas daerah galian tambang yang kemudian mengaliri bukaan galian, membawa berbagai macam zat dan material sehingga pada akhirnya air menjadi asam. Hal ini tentunya harus diperhatikan oleh setiap perusahaan pertambangan untuk menjaga kondisi lingkungan alam dan masyarakat sekitarnya. Maka dibutuhkanlah sebuah manajemen lingkungan terkait air yang berada di sekitar tambang, contohnya adalah kolam pengendapan atau settling pond.

Air asam tambang yang mengalir masuk ke dalam kolam pengendapan, akan tertampung untuk sementara waktu hingga padatan yang ada seperti lumpur dan material lainnya turun ke dasar kolam, berpisah dengan air. Beberapa metode lain juga digunakan untuk mempercepat proses pengendapan, seperti koagulasi dengan kapur, hingga penambahan mikroorganisme pada kolam. Ketika debit air telah memenuhi kolam pengendapan, maka air yang meluap dan mengalir ke lingkungan sekitarnya telah ternetralisir dengan baik.

Pada site Wawonii, kolam pengendapan dibangun sesuai dengan struktur dan karakteristik lubang galian tambang. Dalam pengawasan tim environment, dilakukan pemantauan tiap harinya terhadap kualitas air yang telah beredar dari kolam pengendapan menuju lingkungan sekitar. Parameter yang dicek diantaranya adalah Total Suspended Solid (TSS), dan kadar keasaman (pH). Sesuai dengan PP No.22 Tahun 2021, batas yang ditentukan untuk nilai TSS sendiri adalah 50 mg/L, sedangkan untuk pH berada di angka 6 sampai dengan 9.

Jadi, beberapa fungsi utama settling pond dalam operasi tambang diantaranya adalah:

Mengendapkan berbagai macam partikel padatan
Setelah proses pemisahan mineral dari batuan, air limbah yang dihasilkan masih mengandung partikel-partikel padat. Settling pond memungkinkan partikel tersebut mengendap di dasar kolam, sehingga air yang keluar dari kolam nanti memiliki konsentrasi partikel yang lebih rendah.

Pemisahan Bahan Kimia Berbahaya
Settling pond membantu dalam pemisahan dan pengendapan bahan kimia ini sehingga air yang dibuang tidak lagi mengandung konsentrasi berbahaya.

Pengaturan Aliran Air
Settling pond juga membantu mengatur aliran air limbah dari tambang. Ini membantu mencegah banjir, pencemaran sungai atau daerah sekitarnya, hingga erosi tanah. Mengingat Air limpasan tidak serta merta meluncur cepat keluar dari bukaan galian yang berpotensi menimbulkan perubahan struktur tanah pada area sekitar tambang.

Sebelum membangun settling pond ada banyak hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan tambang untuk menghadirkan settling pond yang baik dan sesuai dengan tujuan pembangunannya. Kriteria umum yang dapat dipertimbangkan diantaranya adalah mengenai efisiensi pengendapan. Settling pond harus dirancang sedemikian rupa agar mampu mengendapkan partikel padat dengan efisien. Ini mencakup dimensi kolam, waktu tinggal partikel dalam air, dan desain struktur internal seperti baffles atau penghalang yang membantu memperlambat aliran air dan mendorong pengendapan partikel.

Kapasitas dan volume pun tentunya juga wajib direncanakan dengan matang. Kapasitas dan volume settling pond harus sesuai dengan jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh operasi pertambangan tersebut. Settling pond harus cukup besar untuk memungkinkan waktu tinggal yang cukup bagi partikel untuk mengendap sebelum air keluar dari kolam.

Kontrol Aliran Air
Pengaturan aliran air masuk dan keluar harus dipertimbangkan untuk memastikan bahwa partikel-partikel padat memiliki waktu yang cukup untuk mengendap. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengaturan aliran air ini juga membantu mencegah pencemaran dan erosi. Selanjutnya adalah komponen baffles dan struktur intern. Penggunaan baffles atau penghalang dalam settling pond dapat membantu mengarahkan aliran air dan memaksimalkan pengendapan partikel. Struktur intern seperti berkas atau sistem pengendali aliran juga bisa digunakan untuk mengoptimalkan efisiensi pengendapan.

Settling pond harus dirancang untuk meminimalkan dampak lingkungan. Ini termasuk pemilihan lokasi yang tepat, pengelolaan air yang tepat setelah pengendapan, dan penanganan aman terhadap limbah yang terendap. Semuanya mengarah pada bagaimana settling pond dapat menjadi solusi atas aspek keberlanjutan. Kualitas air keluar adalah pertimbangan utama dari dibangunnya settling pond. Kriteria ini mencakup batasan kualitas air yang keluar dari settling pond, seperti kandungan partikel padat, bahan kimia berbahaya, dan pH. Air yang keluar harus memenuhi standar lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dalam konteks ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam beberapa kasus, air yang telah melalui settling pond dapat diolah kembali dan digunakan kembali dalam operasi tambang. Kriteria ini termasuk proses pengolahan air sekunder untuk memastikan kebersihan dan kesesuaian air yang digunakan kembali.

Hasil endapan dari settling pond memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam berbagai cara tergantung pada karakteristik dan komposisi lumpur tersebut. Salah satu contohnya adalah digunakan untuk konstruksi atau reklamasi lahan, lumpur yang telah dikeringkan dan dikonsolidasikan dapat digunakan dalam proyek konstruksi, seperti pengisian lahan rendah atau reklamasi lahan bekas tambang di akhir masa operasi tambang. Lumpur endapan juga dapat diolah sebagai bahan pembuatan bata, atau bahan bangunan lainnya dalam proyek konstruksi.

Perusahaan tambang harus senantiasa untuk mematuhi regulasi lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, beserta dengan perkembangan terbarunya sesuai dengan kondisi lingkungan. Diantaranya mengenai batasan terhadap kualitas air, pembuangan limbah, dan dampak lingkungan lainnya. Jangan lupa untuk melakukan monitoring dan pemeliharaan rutin. Settling pond harus dipantau secara teratur untuk memastikan kinerjanya sesuai dengan harapan. Pemeliharaan rutin dan perawatan juga diperlukan untuk menjaga efisiensi pengendapan.


Peran Holistik Ala Mine Plan Engineering

17 Juni 2025

Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang sangat krusial dalam keberlangsungan kehidupan manusia. Hal ini disebabkan oleh keterkaitannya secara langsung dengan bagaimana kita mengeksploitasi dan mengelola sumber daya alam di sekitar kita, khususnya yang tidak terbarukan untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, praktek pertambangan wajib dilakukan secara aman, efisien, berwawasan lingkungan, serta memberikan nilai keekonomian bagi peradaban dunia (Good Mining Practice).

Untuk mencapai hal tersebut secara berkelanjutan, maka diperlukanlah satu bagian profesi dan/atau departemen strategis dalam dunia pertambangan, yaitu Mine Plan Engineering (MPE) atau biasa juga disebut Mine Engineering.

MPE merupakan profesi teknik rekayasa pertambangan yang memiliki pendekatan secara menyeluruh ke dalam semua aspek dan departemen yang terlibat pada suatu proyek pertambangan sehingga perannya menjadi sangat sentral. Adapun tugas utama MPE ini pada dasarnya ada empat, yakni perencanaan, pengawasan, pengoptimalan dan evaluasi operasi tambang. Sehingga pemahaman landscape teknis pertambangan menjadi syarat penting bagi seorang yang bertugas di Departemen MPE. Superintendent Mine Plan Engineer PT GKP, Muhammad Najamuddin atau yang akrab dipanggil Najam ini menguraikan jika MPE harus mampu membuat perencanaan yang matang untuk optimalisasi dan efektivitas operasi pertambangan, termasuk penyesuaian anggaran keuangan proyek.

“Ruang lingkup kerja MPE memang luas dan banyak di ranah perencanaan, tetapi tidak terbatas disana. Kami harus memiliki helicopter view dalam melihat situasi lapangan. Keterlibatan dan kerja sama lintas departemen wajib terjalin dengan baik. Termasuk jika kita bicara teknis perencanaan seperti pemetaan cadangan nikel, penyusunan anggaran produksi, nilai keekonomian, infrastruktur pendukung tambang, target produksi, dan lain sebagainya,” ujarnya.

Spesifik pada implementasi di lapangan, Najam menambahkan dalam praktiknya, MPE pada umumnya membagi perencanaan pertambangan dalam dua tahapan, yakni secara long-term dan juga short-term. Perencanaan long-term ini mencakup aspek selama umur tambang termasuk capital sustain atau kebutuhan infrastruktur pendukung tambang, yang juga meliputi persiapan pasca tambang yang dikoordinasikan dengan Departemen Environment. Sedangkan untuk perencanaan short-term, lebih banyak berkutat pada operasional produksi harian, mingguan, bulanan hingga satu tahun proses kegiatan penambangan.

Dari Data Menjadi Rencana

Perencanaan matang menjadi tugas kunci MPE dalam mengelola pertambangan berkelanjutan. Dalam prakteknya, MPE menerima berbagai data penting dari lintas departemen, seperti Eksplorasi, Survey, Pemasaran, dan Environment. Mencakup data bor, block-model, volume/ketebalan overburden dan bijih, grade nikel, topografi , target penjualan, dan lain sebagainya. Berdasarkan data inilah, MPE merancang desain pit, sekuen penambangan, jalan angkut, tempat penimbunan overburden dan bijih, settling pond sebagai sebuah acuan dalam operasi penambangan.

Di awal persiapan proyek pertambangan, MPE pada dasarnya juga turut terlibat dalam pengurusan dokumen penunjang izin pertambangan dan Feasibility Study (FS) adalah produk akhirnya. Melalui hasil pengolahan data-data lintas departemen tadi, produk ini menjadi kerangka acuan utama atau panduan dalam pengurusan dokumen AMDAL dan juga dokumen RKAB yang biasanya diserahkan setiap tahun. Dalam perjalanannya, analisis FS ini juga berkontribusi pada penggambaran layout kawasan tambang, area mana yang menjadi prioritas, dan menentukan segala infrastruktur yang mendukung pelaksanaan operasi.

Pada akhir proyek pertambangan, Departemen MPE kembali berkolaborasi dengan Departemen Environment mengenai rencana reklamasi dan rencana penutupan tambang (mine closure). Sebagai contoh, area penambangan seperti pit dan disposal yang sudah selesai maka Departemen MPE akan membuat berita acara penggunaan lahan untuk reklamasi , yang selanjutnya dilakukan pembuatan desain lahan akhir sebagai acuan tim environment pada proses reklamasi lahan bekas tambang.

Parameter Keberhasilan MPE

Berbicara mengenai keberhasilan MPE, Najam menerangkan jika keberhasilan MPE sangat relatif, tetapi paling dasar adalah memastikan semua tahapan kerja secara lengkap telah dilakukan. MPE tidak bisa berhenti pada kelancaran implementasi perencanaan yang sudah disusun sejak awal, tetapi juga harus mencakup tahapan evaluasi atas implementasi di lapangan langsung.

Planning adalah satu tahapan awal saja. Kita harus secara komplit melihat sampai evaluasi. Sebagai contoh, jika ada ketidaksesuaian antara rencana dengan aktual penambangan tentunya akan menjadi evaluasi dan koreksi yang seringkali juga memerlukan keterlibatan departemen lain.” terangnya.

Secara garis besar, tahapan evaluasi membutuhkan keterlibatan semua departemen untuk bisa mempercepat perbaikan, khususnya dalam pengumpulan data konkrit lapangan. Pemanfaatan data statistik melalui entry data processing (EDP) dan data survei topografi akan memperjelas evaluasi berkala, seperti pengecekan apakah alat-alat sudah optimal belum digunakan dan apakah proses produksi sudah efektif dilakukan. Tujuan akhirnya jelas mengarah pada optimalisasi performa tambang secara berkelanjutan. MPE harus mampu me-maintain operasi tambang yang efisien, efektif, dan bernilai keekonomian.

Departemen HRGA: Denyut Nadi Operasional dan SDM di Balik Layar

05 Mei 2025

Di balik kesibukan operasi pertambangan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) di Pulau Wawonii, ada sebuah departemen yang terkesan senyap dalam bekerja, tetapi memiliki peran sangat krusial dalam menjaga ritme operasional, yakni Departemen Human Resources & General Affairs (HRGA). Departemen ini tidak hanya mengurus administrasi dan penggajian, tetapi juga menjaga harmonisasi antar karyawan, memberdayakan tenaga kerja, serta memastikan setiap orang di-site bekerja secara tertib, aman, dan sejahtera.

“Peran kami menyentuh semua sisi. Mulai dari rekrutmen hingga hubungan antar karyawan, dari pelatihan hingga pengelolaan aset perusahaan,” ujar Sucipto, HRGA Manager PT GKP.

Departemen ini ditopang dua divisi dengan fungsi yang saling melengkapi. Pertama, Divisi Human Resource (HR) yang menangani seluruh aspek pengelolaan tenaga kerja. Sementara yang kedua, Divisi General Affairs (GA) yang berperan mengelola fasilitas umum, aset perusahaan, transportasi, dan kebutuhan logistik lain yang menunjang kelancaran operasional tambang.


Mengelola SDM, Menjaga Operasional

Departemen HRGA membangun sistem pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menjaga ritme kelancaran operasional. Sistem ini mencakup proses rekrutmen dengan seleksi komprehensif, terutama bagi masyarakat sekitar area operasi; pelatihan untuk meningkatkan kompetensi; serta retensi, melalui berbagai program seperti jaminan sosial, kepastian hak, dan fasilitas kesejahteraan lainnya.

“SDM adalah faktor utama kemajuan perusahaan ini. Menjaga dan memajukan karyawan adalah tanggung jawab penting yang harus dioptimalkan. Kami juga membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat sekitar untuk turut berkembang meningkatkan kompetensi mereka bersama perusahaan ini. Prioritas kami tak hanya persoalan merekrut mereka, tapi juga kami kembangkan agar value mereka bisa naik kelas,” jelas Sucipto.


Menjawab Tantangan dengan Edukasi dan Komunikasi

Tantangan terbesar yang dihadapi Departemen HRGA di lapangan saat ini adalah kurangnya pemahaman sebagian karyawan terhadap regulasi ketenagakerjaan, baik yang berasal dari pemerintah maupun dari perusahaan. Untuk itu, departemen ini aktif melakukan sosialisasi secara rutin dan menyeluruh.

Sucipto menekankan, “Kami terus mengedukasi rekan-rekan karyawan, agar setiap kebijakan dipahami, bukan hanya dijalani. Sosialisasi harus massif dan konsisten.”

HRGA juga terus menjaga relasi antar departemen, antar karyawan dengan manajemen perusahaan, serta antar karyawan sendiri melalui komunikasi yang terbuka dan pendekatan budaya yang inklusif. Keterlibatan dalam kegiatan masyarakat juga menjadi bagian dari strategi harmonisasi ini.


Transformasi Digital dan Peningkatan Efisiensi

Dalam dua tahun terakhir, Departemen HRGA mencatat sejumlah capaian yang membanggakan, seperti penyempurnaan sistem penggajian dan transformasi dari sistem absensi manual ke sistem fingerprint.

“Tahun ini, Departemen HRGA tengah menyiapkan sebuah sistem administrasi tenaga kerja terpadu dan terintegrasi, yang diyakini akan mempercepat proses kerja dan meningkatkan akurasi data. Kami berharap semua departemen terkait bisa saling mendukung dan berkolaborasi,” tegas Sucipto ketika menjelaskan target misinya tahun 2025 ini.

“Kami ingin membentuk budaya kerja berbasis tim. Di tambang, semua harus saling mendukung, karena tidak ada pekerjaan yang bisa dikerjakan sendiri,” lanjutnya.

Departemen HRGA adalah wujud nyata dari kerja profesional yang memastikan agar roda perusahaan terus berputar, seiring dengan setiap individu di dalamnya yang juga turut berkembang. Departemen ini harus terus menjadi jembatan antara perusahaan dan manusia di dalamnya, menuju pertumbuhan bersama yang berkelanjutan.